APA ITU KESELAMATAN ?
Penegasan pertama adalah: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa” (Yoh 3:16). Dengan demikian menjadi nyata bahwa dunia bukanlah sumber kebahagiaan sejati. Malahan sebaliknya, dunia dapat menjadi sumber kebinasaan. Dunia ini tidak mampu menjadikan kita bahagia. Kehidupan kekal hanya dapat diberikan sebagai karunia dari Tuhan. Kehidupan kekal tidak dapat diberikan kepada kita oleh dunia ciptaan-Nya.
Penegasan kedua adalah: “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia” (Yoh 3:17). Dunia yang didapati Yesus ketika Ia menjadi manusia, layak menerima penghukuman oleh karena dosa yang mendominasi sejarah manusia, mulai dari jatuhnya leluhur kita yang pertama ke dalam dosa. Namun demikian, Tuhan tidak hendak menghukum dunia, melainkan menyelamatkannya. Oleh sebab itulah Ia mengutus Putra-Nya.
Penegasan ketiga adalah: Menyadarkan dunia akan dosa-dosanya berarti mengadakan syarat bagi keselamatannya. Kesadaran akan keberdosaan kita, termasuk dosa yang kita warisi, merupakan syarat pertama bagi keselamatan; selanjutnya adalah pengakuan dosa di hadapan Tuhan, yang menghendaki hanya menerima pengakuan dosa tersebut agar Ia dapat menawarkan keselamatan. Menyelamatkan berarti merangkul serta mengangkat kita dengan kasih yang menyelamatkan, kasih yang senantiasa lebih besar dari dosa apa pun.
“APAKAH MENGORBANKAN PUTRA-NYA HINGGA WAFAT DI SALIB MEMANG PERLU BAGI KESELAMATAN UMAT MANUSIA?”
Dapatkah berbeda? Tuhan bukanlah Kebenaran yang tinggal di luar dunia, yang acuh tak acuh terhadap penderitaan manusia. Ia adalah Imanuel, Tuhan beserta kita, Tuhan yang ambil bagian dan ikut serta dalam perjalanan hidup manusia. Dengan kehendak bebas-Nya, Tuhan menggunakan kebijaksanaan-Nya dan kemahakuasaan-Nya bagi kesejahteraan umat manusia. “Jika penderitaan hadir dalam sejarah umat manusia, orang akan mengerti mengapa kemahakuasaan Tuhan dinyatakan dalam kehinaan mahadahsyat di salib. Peristiwa salib akan tetap merupakan kunci pemahaman misteri penderitaan yang agung, yang adalah bagian terbesar dari sejarah umat manusia.”
Apa artinya? Artinya bahwa Tuhan menempatkan Diri-Nya di pihak makhluk yang Ia ciptakan dan Ia melakukannya dengan cara yang radikal. Kristus menerima segala konsekuensi dosa kita, menanggungkannya pada Diri-Nya Sendiri. Manusia yang Menderita merupakan perwujudan dari Kasih yang “menanggung segala sesuatu” (1 Kor 13:7). Tuhan begitu mengasihi manusia, Ia mengasihi manusia 'hingga akhir'. Salib Kristus merupakan bukti nyata yang tepat untuk ini. Dapatkah kita tetap acuh tak acuh terhadap bukti kasih yang sedemikian itu? Yesus memberikan Diri-Nya menurut kehendak-Nya Sendiri untuk menanggung sengsara; Ia bukannya ditundukkan oleh suatu kuasa yang lebih tinggi (Yoh 10:18). Ia Sendiri yang, mengenali kehendak Bapa, tahu bahwa waktu-Nya telah tiba dan Ia menerimanya dengan ketaatan bebas seorang Putra dan dengan kasih tak terbatas bagi umat manusia.
Karena Salib kita dapat menyadari bahwa dari kedalaman kehinaan Kristus yang menyelamatkan, manusia dianugerahi karunia kekuatan untuk mencapai puncak martabat dan hidupnya. Dalam kayu salib yang memberi hidup, kita menemukan kembali diri kita yang sebenarnya.
APAKAH WAFAT YESUS YANG KEJI ITU JUGA MERUPAKAN BAGIAN DARI RENCANA BAPA?
Kita membaca dalam Injil: “Para serdadu mengenakan jubah ungu kepada-Nya. Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya. Mereka berlutut di hadapan-Nya dan mengolok-olokkan Dia. Sesudah mengolok-olokkan Dia, mereka membawa Dia ke luar untuk disalibkan.” (Mat 27:27-31).
Para algojo mewakili semua orang yang melakukan yang jahat di mata Tuhan. Terkadang bahkan tampaknya kejahatan berkuasa, dan manusia tak berdaya menghentikannya. Kaum muda bertanya adakah yang dapat dilakukan guna menghadapi begitu banyak penderitaan, begitu banyak ketidakadilan, begitu banyak kekerasan dan pembunuhan?
Kita mulai melihat jawabnya ketika kita melihat orang lain dalam drama ini. Injil mengisahkan tentang seorang bernama Simon yang “mereka paksa untuk memikul salib Yesus” (Mat 27:32). Dan banyak perempuan yang menangisi Dia, yang mengikuti Dia sepanjang perjalanan-Nya menuju tempat pelaksanaan hukuman mati. (Mat 27:55) Tradisi mengisahkan seorang wanita bernama Veronika yang mengusap wajah Yesus dengan saputangan. Injil St. Yohanes menceritakan bahwa 'dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena, dan murid yang dikasihi-Nya.' (Yoh 19:25-26).
Umat beriman tidak meninggalkan Putra Allah yang bersembunyi dalam diri Putra Manusia yang menderita. Bagi kita juga, Yesus di salib menjadi ujian iman kita yang utama dan penghakiman Tuhan atas tingkah laku kita.
SALIB KRISTUS TERTANAM KUAT DALAM HIDUP UMAT KRISTIANI
Memandang Yesus dalam sengsara-Nya, kita melihat sejarah penderitaan umat manusia sekaligus penderitaan pribadi kita yang tercermin bagai dalam sebuah cermin. Walaupun tanpa dosa, Kristus menanggung dalam Diri-Nya Sendiri apa yang tidak dapat ditanggung umat manusia: ketidakadilan, kejahatan, dosa, kebencian, penderitaan dan akhirnya maut. Dalam Diri Kristus, Anak Manusia yang sengsara dan hina, Tuhan mengasihi setiap orang, mengampuni setiap orang dan memberikan makna terpenting dalam hidup manusia.
Setiap kita ditantang untuk mendengarkan Sabda Kristus, 'Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.' (Luk 9:23): salib untuk menolak cara berpikir yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Kristus; salib untuk menolak hasrat dan tingkah laku yang tidak pantas sebagai pengikut-pengikut Kristus. Kalian diundang untuk mengijinkan rahmat perubahan yang mengalir dari salib Kristus mengisi hidup kalian - teristimewa melalui penerimaan Sakramen Tobat dan Rekonsiliasi.
PERISTIWA-PERISTIWANYA
Perjamuan Terakhir
“Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” (1 Kor 11:23-26).
Kata-kata ini dengan jelas menunjukkan tujuan Kristus: dalam rupa roti dan anggur, Ia hadir dengan Tubuh-Nya 'diserahkan' dan Darah-Nya 'dicurahkan' sebagai korban Perjanjian Baru. Pada saat yang sama, Ia menetapkan para rasul dan para penerusnya untuk merayakan sakramen ini yang Ia anugerahkan kepada gereja-Nya sebagai bukti paling agung dari kasih-Nya.
Inilah pokok utama Kamis Putih. Kiranya Putra Allah menjadikan kita mampu menghayati hari ini sesuai madah doa Byzantine yang indah ini: 'Izinkanlah aku hari ini mengambil bagian dalam perjamuan mistik-Mu, ya Putra Allah. Aku tidak akan mengkhianati rahasia ini kepada musuh-musuh-Mu, dan juga tidak memberi ciuman seperti Yudas, tetapi seperti penyamun itu aku berseru kepada-Mu: Tuhan, ingatlah aku dalam kerajaan-Mu!' (Liturgi Ilahi St. Yohanes Krisostomus).
Jumat Agung
Pada hari Jumat Agung kita merenungkan salib di Kalvari. 'Ecce lignum Crucis' : 'Lihatlah kayu salib di mana tergantung Kristus Juruselamat dunia.' Kita mengenangkan kembali 'misteri sengsara' Yesus Kristus. Misteri Salib tak terpahami oleh akal budi manusia. Mendaki bukit Kalvari sungguh merupakan sengsara yang tak terlukiskan, berpuncak pada sengsara salib yang dahsyat. Betapa tak terselami misteri Allah! Tuhan, menjadi manusia, menderita sengsara demi menyelamatkan umat manusia, menimpakan tragedi umat manusia pada Diri-Nya Sendiri.
Jumat Agung mengingatkan kita akan rangkaian pencobaan yang tak kunjung henti dalam sejarah, di antaranya kita tak dapat melupakan tragedi-tragedi yang terjadi di jaman kita. Sehubungan dengan ini, bagaimana kita dapat melupakan peristiwa-peristiwa tragis yang hingga kini masih menodai sebagian bangsa-bangsa di dunia dengan darah?
Sabtu Suci
Di makam kita dapat merenungkan tragedi umat manusia yang, terlepas dari Allah, secara tak terelakkan dikuasai oleh kesepian dan keputusasaan. Mengandalkan dirinya sendiri, manusia merasa sesak dalam setiap tarikan napas pengharapan menghadapi penderitaan, kegagalan hidup dan, teristimewa, maut. Apakah yang harus kita lakukan? Kita harus menunggu kebangkitan.
Minggu Paskah
Ketika Kristus mengatakan: 'Jangan takut', Ia hendak menjawab sumber ketakutan manusia yang terdalam. Yang Ia maksudkan adalah jangan takut akan kejahatan, karena lewat kebangkitan-Nya, kebaikan telah menyatakan diri lebih kuat daripada kejahatan.Injil-Nya adalah kemenangan kebenaran.
Sekarang, kita juga adalah saksi-saksi dari Kristus yang telah bangkit dan kita mengulangi pewartaan damai-Nya kepada segenap umat manusia dalam menyongsong milenium ketiga. Kita menjadi saksi atas wafat dan kebangkitan-Nya, terutama kepada pria dan wanita dari masa kita, yang terjebak dalam perang saudara dan pembunuhan yang membuka kembali luka-luka lama pertikaian antar etnis. Dan di bagian-bagian lain di setiap benua, sekarang tertabur di bumi benih-benih kematian dan konflik-konflik baru menyongsong masa depan yang suram. Pewartaan damai ini diperuntukkan bagi mereka semua yang mengalami Kalvari yang seolah-olah tanpa akhir, yang terhalang cita-cita mereka dalam menghormati martabat dan hak asasi manusia, demi keadilan, demi lapangan kerja, demi kondisi hidup yang lebih adil. Semoga pewartaan damai ini menjadi inspirasi bagi para pemimpin negara dan bagi setiap orang yang berkehendak baik, di mana perdamaian dipertaruhkan dalam keputusan-keputusan politik yang berbahaya. Semoga pewartaan damai ini membangkitkan keberanian baru bagi mereka yang percaya dan masih percaya pada dialog sebagai cara untuk menyelesaikan ketegangan-ketegangan nasional maupun internasional. Semoga pewartaan damai mengisi hati setiap orang dengan keberanian akan pengharapan yang bersemi dari kebenaran yang dikenali dan dihormati, sehingga prospek-prospek baru yang menjanjikan akan solidaritas dapat terwujud di dunia.
O Kristus yang Bangkit, Penebus umat manusia, terangilah dan bimbinglah mereka semua yang mengusahakan perdamaian, setiap hari dan di setiap pelosok dunia, dengan pengorbanan yang besar. O Pemenang atas maut, kuatkanlah para tokoh keadilan dan perdamaian di mana harapan-harapan akan tercapainya hidup berdampingan dalam damai masih dibayangi oleh jalan adu kekuatan dan kekerasan. Hiburlah mereka yang menolak pertikaian antar etnis yang tak terelakkan. Pulihkan penderitaan mereka yang menjadi korban keganasan senjata. Semoga pengharapan tak pernah padam dalam diri mereka yang percaya bahwa pada akhirnya aspirasi mereka yang logis terhadap lapangan kerja, tempat tinggal, keadilan sosial yang lebih baik dan kebebasan sejati dalam mengungkapkan hati nurani serta kebebasan beragama akan didengarkan.
Surrexit Dominus: Kristus telah bangkit dan menganugerahkan kepada mereka yang ikut ambil bagian dalam kemenangan-Nya atas maut, keberanian serta kekuatan untuk melanjutkan karya membangun umat manusia baru dengan menolak segala jenis kekerasan, kepicikan dan ketidakadilan. Tuhan atas hidup telah bangkit dengan kuasa, membawa serta bersama-Nya kasih dan keadilan, hormat, pengampunan dan rekonsiliasi. Ia yang dari ketiadaan telah menjadikan dunia, hanya Ia yang dapat mendobrak meterai makam, hanya Ia yang dapat menjadi sumber Hidup Baru bagi kita, yang ditundukkan oleh hukum alam maut.
'Scimus Christum surrexisse a mortuis vere.' Ya, kita tahu dengan pasti bahwa Kristus sungguh telah bangkit dari antara orang mati: Engkau, Raja Pemenang, kasihanilah kami. Amin! Alleluia!
(Buah pikiran Paus Yohanes Pauslus II dikumpulkan dari homili-homili dan ceramah-ceramahnya sepanjang masa kepausannya, teristimewa yang disampaikan dalam masa Pekan Suci).
sumber : “What is Salvation? a 'conversation' with Pope John Paul II”; Copyright © 1999-2004, Daughters of St. Paul. All Rights Reserved;www.daughtersofstpaul.com
diterjemahkan oleh : YESAYA
0 komentar:
Posting Komentar