Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono


Bunda Pemersatu-Gedono adalah pertapaan pertama rubiah Ordo Cisterciensis Observansi Ketat (OCSO) atau umumnya Trappist di Indonesia, didirikan pada tahun 1987. Pembangunan pertapaan yang dimulai tahun 1985 merupakan salah satu karya alm. Romo YB Mangunwijaya, Pr. Seperti karya Rm. Mangun lainnya, gaya arsitekturnya sangat berkepribadian Indonesia.

Arsitektur monastik Cisterciensis melambangkan keserasian dan keindahan ilahi. Gedung2 dan bangunan2 dalam biara monastik dibangun dengan sederhana dan bersahaja. Sungguh pun demikian, pertapaan ini sangat menarik – bahkan oleh karena kesederhanaanya itu sendiri.

Suasana teduh, hening, dan sunyi di pertapaan ini sungguh menjadi daya tarik utama. Apalagi buat orang kota yang selalu berpacu dengan waktu. Di tempat ini, waktu terasa berhenti. Kesunyian merupakan sarana yang mempermudah setiap orang untuk bertemu dan berdialog dengan Tuhan dan menjadikan Allah sungguh sebagai pusat hidup.


Para rubiah Cisterciensis mengarahkan hidupnya kepada kontemplasi. Mereka membaktikan diri seutuhnya kepada Allah semata-mata dalam kesunyian, keheningan dan doa kontinu, dan dalam pertobatan terus menerus. Untuk itu, mereka tidak melakukan karya kerasulan aktif, betapapun mendesaknya kebutuhan Gereja. Namun demikian, mereka tetap harus bekerja unuk mendapatkan nafkahnya dan untuk mengungkapkan solidaritasnya dengan kaum pekerja kecil. Bagi rubiah Cisterciensis, kerja merupakan kesempatan yang menunjang perkembangan pribadi untuk memberi diri masing2 kepada sesama.

Di biara Bunda Pemersatu Gedono, para rubiah Cisterciensis bekerja membuat hosti, yoghurt, selai dan sirup. Cetakan kartu bergambar dengan teks rohani dan doa, pembuatan rosario, dan ikon juga dikerjakan oleh mereka. Pengelolaan kebun pertapaan yang akhirnya akan menghasilkan buah dan sayur juga merupakan bagaian dari kerja tangan mereka untuk menafkahi mereka sendiri.

Melalui Lectio Divina (cara monastik untuk berdoa dengan menggunakan kitab suci) komunitas rubiah Cisterciensis berkumpul untuk merayakan liturgi Ekaristi dan ibadat harian 7X sehari. Acara harian monastik merupakan keseimbangan antara doa pribadi, doa liturgi, lectio divina, dan kerja tangan. Kegiatan setiap hari mulai dengan ibadat malam sebelum matahari terbit (pk. 03.15). Kemudian diteruskan dengan doa hening bersama di gereja, lalu doa dan lectio pribadi. Dilanjutkan dengan ibadat pagi (pk. 05.45) dimana Tuhan dipuji pada permulaan hari baru.
Acara harian ditentukan oleh jam2 ibadat harian sebagai sarana untuk menguduskan diri dan Perayaan Ekaristi (pk. 07.30) sebagai puncaknya dan dilanjutkan dengan ibadat jam ketiga. Kemudian ibadat jam ke-enam (pk. 11.15) tengah hari, dan ibadat jam ke-sembilan (pk. 13.30) sesudah tengah hari. Diantara jam2 tersebut para rubiah Cisterciensis bekerja (pk. 08.15-11.00 dan pk. 13.45-15.45). Ibadat sore (pk. 16.45) dirayakan pada saat senja sebelum makan sore.
Acara harian ditutup bersamaan dengan ibadat penutup (pk. 18.55)yang diakhiri dengan nyanyian ‘Salam, Ya Ratu’ (Salve Regina) menurut tradisi monastik untuk menyerahkan diri ke dalam perlindungan Bunda Maria.
Tersedia 8 buah kamar penginapan bagi mereka yang ingin mengikuti kehidupan bersama rubiah Cisterciensis. Untuk tinggal ditempat ini, diperlukan reservasi lebih dahulu untuk memastikan ketersediaan kamar. Maksimum dalam 1 tahun hanya diijinkan tinggal tidak lebih dari 8 hari.

Lokasi:
Dukuh Weru, Ds. Jetak, Kec. Getasan, Kab. Semarang
(sebelah barat daya Salatiga)
Ph. 0298-327170
Fax. 0298-313836
Rumah Tamu: HP-0811-278299

sumber tulisan: disadur bebas dari brosur Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono

Foto : Dok. Pribadi

0 komentar:

Posting Komentar

 
Isi Copas Sana-sini | Contact Cekidot hehe