PENGANTAR
Suatu ketika ada peziarah yang bertanya kepada saya; “Romo, Goa
Maria Lawangsih, begitu indah, eksotik, mempesona, dan penuh nuansa
sakral yang membawa saya dalam kedamaian iman. Sungguh saya sangat
tersentuh dengan Goa Maria Lawangsih. Sebenarnya siapa arsitek dan perancang Goa Maria Lawangsih ini Romo?” Saya terdiam, dan setelah mengambil nafas dalam-dalam, saya tersenyum mengatakan; “Tuhan sendirilah Sang Arsitek, Sang Perancangnya….”
DEMOGRAFI
Gua
Maria Lawangsih terletak di Perbukitan Menoreh, perbukitan yang
memanjang, membujur di perbatasan Jawa Tengah dan DIY, (Kabupaten
Purworejo dan Kulon Progo). Di tengah perbukitan Menoreh, bertahtalah
Bunda Maria Lawangsih (Indonesia: Pintu/Gerbang Berkat/Rahmat). Gua Maria Lawangsih berada di dusun Patihombo, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Secara gerejawi, masuk wilayah Stasi Santa Perawan Maria Fatima Pelemdukuh,
Paroki Santa Perawan Maria Nanggulan, Kevikepan Daerah Istimewa
Yogyakarta, Keuskupan Agung Semarang. Lokassi Goa Lawangsiih hanya
berjarak 20 km dari peziarahan Katolik Sendangsono, 13 km dari Sendang
Jatiningsih Paroki Klepu.
SEJARAH
Goa Maria Lawangsih adalah Goa Maria yang pada awalnya adalah sebuah goa Lawa (Goa
yang penuh dengan Kelelawar), yang memang diyakini sudah diketahui
oleh penduduk sekitar sebagai tempat petani mencari pupuk dari kotoran
Kelelawar. Sebelum ditetapkan sebagai Goa Maria, goa ini adalah sebuah
goa alami biasa yang merupakan tempat tinggal kelelawar. Dalam bahasa
Jawa kelelawar disebut “Lawa”. Goa ini dihuni oleh banyak kelelawar,
maka tidak heran bila nama goa ini adalah Goa Lawa.Tidak diketahui
secara pasti, kapan Goa Lawa ini dimasuki oleh penduduk.
Awalnya, Goa Lawa hanyalah tanah grumbul (semak belukar) yang memiliki lubang kecil di pintu goa (+1
m2), namun lorong-lorongnya bisa dimasuki oleh manusia untuk mencari
kotoran Kelelawar sampai kedalaman yang tidak terhingga. Namun karena
faktor tidak adanya penerangan dan suasana dalam goa yang pengap, maka
tidak banyak penduduk yang bisa masuk ke dalam goa. Pada tahun 1990-an,
Goa Lawa sempat dijadikan oleh Muda-Mudi Stasi Pelemdukuh untuk tempat
memulai berdoa Jalan Salib (Stasi), namun setelah itu tidak ada
perkembangan yang berarti sampai tahun 2008.
Pada
bulan Juli 2008, Goa Lawa yang semula milik keluarga T. Supino (Ketua
Stasi SPM Fatima Pelemdukuh), telah dihibahkan kepada Gereja.
Pembangunan Goa Maria Lawangsih untuk menjadi tempat berdoa (Panti Sembahyang)
adalah atas inisiatif Romo Paroki Santa Perawan Maria Tak Bernoda
Nanggulan ini yaitu Romo Ignatius Slamet Riyanto, Pr, setelah beberapa
kali masuk dan meneliti kemungkinan Goa Lawa menjadi tempat doa. Pada
awalnya, Romo Ignatius Slamet Riyanto, hanya ingin menjadikan tempat
yang awalnya “dianggap keramat” oleh penduduk sekitar, menjadi tempat
yang nyaman bagi umat sekitarnya untuk berdoa. Namun rupanya ada banyak
orang yang tahu dari mulut ke mulut (Jawa: gethok tular)
tentang keberadaan tempat ziarah ini, sehingga makin lama semakin
banyak peziarah yang datang dari Bandung, Surabaya, Lampung, Jakarta,
Semarang, dan kota-kota besar lainnya, bahkan berdasarkan data dari
buku tamu yang disediakan beberapa kali ada peziarah dari luar negeri
(Belanda, Perancis dan Australia) yang datang ke sana.
Pembangunan
yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh umat dan didukung keinginan umat
untuk memiliki tempat berdoa di tempat terbuka dan memiliki sumber air,
begitu besar, sehingga membuat hibah tanah dan Goa Lawa menjadi suatu
pilihan yang menarik untuk ditindaklanjuti. Langkah yang diambil pihak
Gereja adalah dengan dibangunnya goa tersebut menjadi suatu tempat
berdoa yang diinginkan umat. Sejak saat itu, tanah di sekitar Goa Lawa
dibersihkan, yang pada awalnya hanyalah sebuah lubang/goa kecil, tanah
yang berada di sekitarnya digali, hingga akhirnya lubang di sekitar goa
bisa menjadi seperti saat ini. Batu besar ( + 8m2) dan tanah yang menutup lubang goa perlahan-lahan dibongkar dan dibersihkan.
Pengerjaan
Goa tidak menggunakan alat-alat berat/modern. Di sinilah mukjizat itu
terjadi. Selama hampir satu tahun, umat Katolik dan warga sekitar Goa
Lawa bekerja bersama, menggali tanah, mengangkat, membersihkan dan
membuat Goa menjadi seperti saat ini. Semua dilakukan dengan penuh
semangat, kerjasama dan pelayanan. Nama Goa Lawa ingin dipertahankan
oleh umat, agar menjadi prasasti bagi tempat peziarahan umat Katolik.
Akhirnya, Goa Lawa diberi nama baru:GOA MARIA LAWANGSIH.
Lawangsih dapat diartikan demikian. Kata Lawang dalam Bahasa Jawa mengandung arti pintu, gapura atau gerbang. Kata sih (asih)
artinya kasih sayang, cinta, berkat, rahmat. Secara rohani, Lawangsih
menunjuk makna Bunda Maria sebagai gerbang surga, pintu berkat. Dalam
keyakinan kita, Bunda Maria adalah perantara kita kepada Yesus (per Maria ad Jesum), Putranya yang telah menebus dosa manusia dan membawa pada kehidupan kekal.
Pada bulan Mei 2009, untuk pertama kalinya Goa Lawa ini dipakai menjadi
tempat Ekaristi penutupan Bulan Maria, namun dengan memakai tempat dan
peralatan seadanya. Barulah pada tanggal 01 Oktober 2009,
tempat peziarahan ini dibuka untuk umum dan diresmikan oleh Rm.
Ignatius Slamet Riyanto, Pr. Patung Bunda Maria yang merupakan bantuan
dari donatur, ditahtakan di dalam goa. Sebelum Patung Bunda Maria
diboyong dan ditahtakan di Goa Maria Lawangsih, selama 3 hari, setiap
malam umat “tirakat” dan berdoa Novena serta banyak umat yang “lek-lek-an”
(laku prihatin) di Goa Maria Lawangsih untuk memohon karunia Roh Kudus
agar menjadikan Goa Maria Lawangsih menjadi tempat bagi semua orang
yang datang ke sana, mendapatkan berkat, memperoleh kekuatan rohani dan
semakin dekat dengan Yesus melalui Maria. (Per Mariam Ad Jesum.
Melalui Maria sampai pada Yesus). Romo Ignatius Slamet Riyanto, Pr pun
selama selama 3 malam berturut-turut juga ikut bergabung dan berdoa
bersama umat, tirakat di Goa Maria Lawangsih.
Perarakan “Mboyong Sang Ibu”
diikuti oleh 700an umat Stasi SPM Fatima Pelemdukuh dan sekitarnya.
Ekaristi yang dilakukan pada tanggal 01 Oktober 2009 diawali dari
Gereja (yang berjarak 500 m), dengan mengarak patung Bunda Maria menuju
Goa Maria Lawangsih. Semua umat mengarak Bunda Maria dengan penuh
keheningan (wening ing bathin), berdoa di dalam batin
mohon karunia Roh Kudus agar memberkati umat dalam peziarahan di dunia
ini. Umat juga berdoa agar tempat peziarahan Goa Maria Lawangsih
menjadi tempat mereka menimba kekuatan iman, agar mampu menghadapi
tantangan kehidupan ini. Ekaristi dengan menggunakan Bahasa Jawa dan
iringan gamelan menambah aura rohani merebak di Goa Maria Lawangsih.
Pukul 16. 00 WIB, Bunda Maria diberkati dan ditahtakan. Banyak umat
meneteskan air mata, tatkala Sang Ibu, dengan penuh senyum mengundang
umat untuk berdoa dengan perantaraannya.
Seusai
Ekaristi, umat berhamburan berdoa di hadapan Bunda Maria dan berebut
masuk ke dalam Goa Lawangsih, dimana kemahabesaran Allah sungguh nyata.
Sebuah karya nan indah dari Sang Arsitek membuat umat terpana. Karya
Tuhan sungguh mahaindah. Sebuah goa yang penuh dengan stalagtit dan
stalagmit dengan gemercik air yang keluar dari sumber air di dalam Goa.
Di sebelah kanan Bunda Maria Lawangsih, ada goa yang cukup luas,
memanjang sampai kedalaman yang tak terhingga, penuh dengan suasana
sakral. Di belakang Bunda Maria
Lawangsih, terdapat goa yang lebih indah dengan sumber air di
dalamnya. Sayang, goa ini agak sempit di luarnya, namun semakin ke
dalam semakin luas dan penuh dengan pemandangan yang eksotik.
Akhirnya,
saat ini umat Paroki SPM Tak Bernoda Nanggulan sudah memiliki Goa
Maria Lawangsih sebagai rangkaian dari Goa Maria Pengiloning Leres yang
sudah ada.
CIKAL BAKAL GOA MARIA LAWANGSIH
Goa
Maria Lawangsih merupakan langkah peziarahan iman umat Stasi SPM
Fatima Pelemdukuh, yang selama ini berdoa kepada Bunda Maria di Goa
Maria Pengiloning Leres (Cermin Kebijaksanaan), sebuah Goa Maria di
atas Kapel Stasi SPM Fatima Pelemdukuh. Goa Pengiloning Leres adalah
cikal bakal Goa Maria Lawangsih, merupakan goa alam, namun hanya kecil.
Letak Goa Pengiloning Leres yang berada di atas Kapel SPM Fatima
Pelemdukuh, tidak terlalu jauh dari Goa Maria Lawangsih.
Di
samping goa, bertahtalah Patung Kristus Raja yang memberkati yang
tingginya 3 meter. Di belakang goa terdapat ruang doa yang cukup luas,
bersih, dan teduh. Goa ini berada lebih
tinggi daripada Kapel Stasi SPM Fatima. Legenda yang berkembang
mengatakan bahwa bukit di Goa Pengiloning Leres ini adalah (Jawa: gedogan)
kandang Kuda Sembrani. Banyak orang mengalami peristiwa bahwa hampir
setiap Malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon mendengar suara gaduh,
(Jawa: pating gedobrak). Konon katanya, goa ini dulunya
dipakai oleh para makhluk halus sebagai kandang kuda Sembrani. Hal ini
terbukti dengan adanya sebuah mata air di bagian bawah bukit yang
bernama “benjaran” yang berarti tempat minum kuda.
Mengingat tempatnya yang jauh dan terpencil dari kota Yogyakarta, wajar bila Goa Maria Pangiloning Leres tidak banyak dikenal oleh masyarakat di luar Stasi Pelem Dukuh. Medan
yang cukup dijangkau karena jalan turun naik yang agak curam dan
rusaknya sebagian jalan pada waktu itu menjadi alasan sedikit orang
berkunjung ke Goa Maria Pengiloning Leres. Padahal, ada banyak hal-hal
yang menarik terdapat di sana.
Hal yang hanya terdapat di Stasi Pelem Dukuh, Stasi yang kaya akan
pemandangan alam yang asri dan goa alami nan indah. Di bawahnya terdapat
Kapel (Gereja) yang sebagian dindingnya adalah Batu Karang (asli) yang
ingin menunjukkan bagaimana Gereja yang dibangun Yesus di atas Batu
Karang. Bila kita melihat segi arsitekturnya dari sisi luar Kapel,
mungkin saja akan kalah bila dibandingkan dengan gereja yang terdapat di
kota besar
lainnya. Namun, bila kita masuk ke dalam Gereja kita akan melihat
beberapa lukisan yang indah dimana Gerbang Kerajaan Surga tergambar
indah di dinding. Adapula kisah pembangunan yang penuh perjuangan karena
Gereja sulit mendapatkan tanah pada waktu itu. Namun sempat pula Romo
YB. Mangunwijaya, Pr sempat meneliti
dan mereka-reka arsitektur Kapel Stasi Pelemdukuh yang alami. Namun
tidak ada informasi yang tepat, mengapa Romo YB. Mangunwijaya, Pr tidak
melanjutkan arsitektur di Kapel tersebut.
Arsitektur
yang digunakan oleh Kapel menarik sekali. Penataan batu-batu alami di
sisi barat Kapel menambah keasrianya. Pemertahanan bentuk alami batu
kapur tanpa tembok ini adalah sesuai dengan anjuran Romo YB.
Mangunwijaya yang merupakan arsitek handal. Di belakang Altar dihiasi
dengan lukisan-lukisan Gunungan Wayang yang menggambarkan Kerajaan
Surga, lukisan Rusa dengan hamparan rumput yang luas menghijau juga
terpampang di sebelah kiri altar, di belakang patung Bunda Maria. Di
atas sana terpampang gambar lima roti dan dua ikan, yang melambangkan makna berbagi sebagai ungkapan dan perwujudan iman umat.
Bila
dilihat dari bawah, Goa Maria Pengiloning Leres ini nampak seperti
bahtera. Bahtera Nabi Nuh yang pada zaman dahulu telah menyelamatkan
manusia dan mahkluk-makhluk lainnya di atas bumi dari air bah. Bentuk
bahtera ini kemudian semakin disempurnakan dengan adanya patung Kristus
Raja Semesta Alam sebagai nahkoda bahtera tersebut. Patung ini adalah
karya dari Romo A. Tri Wahyono Pr.
Sekarang,
lengkap sudah penampilan bahtera tersebut, ada Tuhan Yesus sebagai
nahkoda yang selalu membimbing dan memberkati semua umat Katholik di
Stasi Pelem Dukuh. Tempat ini kelak menjadi Golgota dan tempat Bunda
Maria Berduka Cita memangku Sang Putra yang telah wafat tersalib (pieta).
Goa Maria Lawangsih menjadi awal peziarahan umat, menimba kekuatan
melalui Bunda Maria, mengikuti jalan Salib Tuhan Yesus dan menuju pada
Golgota. Di sana Kristus Raja telah menanti dengan berkatNya yang melimpah.
INFRASTUKTUR
Kekhasan Goa Maria Lawangsih yakni eksotisme goa alamnya. Goa
ini sungguh merupakan goa alam kedua di Keuskupan Agung Semarang
setelah Goa Maria Tritis Wonosari, Gunungkidul. Seperti yang kita
ketahui, tidak banyak tempat doa yang berupa goa yang merupakan goa
alami. Kalau pun ada, tidak sebanyak goa buatan. Goa Lawangsih
merupakan salah satu goa alami tersebut, goa ini cukup besar, lengkap
dengan sungai kecil yang mengalir di dalam goa dan dihiasi oleh
stalaktit stalagmit yang indah. Kesan pertama para peziarah ketika kita
datang adalah suasana hening yang menyejukkan hati, jauh dari
keramaian. Suara gemericik air, kicauan burung, tiupan angin, udara
yang sejuk akan membuat kita semakin mensyukuri indahnya ciptaan Tuhan.
Suasana ini lah yang membawa kita pada suatu situasi yang sangat
mendukung bila ingin memanjatkan doa kepada Tuhan Yesus dan Bunda
Maria. Goa Lawangsih juga menambah khasanah dan perbendaharaan tempat peziarahan yang ada di Indonesia umumnya dan Keuskupan Agung Semarang khususnya (http://www.wikipedia.com.)
Goa
Maria Lawangsih sama sekali belum tersentuh oleh pembangunan secara
modern, sungguh-sungguh alami. Selain itu, goa ini dibangun oleh umat
yang secara sukarela setiap hari bekerja bakti, bahu membahu, saling
mendukung dengan kerja tangan mereka. Dengan senyum, canda, dan penuh
semangat iman, selama hampir satu tahun umat mengolah tanah grumbul
(semak belukar) menjadi tempat peziarahan Maria yang sangat indah,
dengan bukit-bukit batu di sekitar goa, dengan stalagtit dan stalagmit
di dalam goa, dengan gemercik air yang mengalir tiada henti, meski
kemarau yang sangat panjang sekalipun
Pemandangan alam
sekitar juga sangat indah. Sejak masuk ke daerah Nanggulan dan selama
perjalanan 13 km dari Nanggulan menuju Goa Maria Lawangsih, peziarah
akan melihat pemandangan yang indah, perbukitan Menoreh, Gunung Merapi,
dan jika melihat arah selatan akan kelihatan pemandangan Pantai Laut
Selatan di kejauhan. Pada malam hari, peziarah akan melihat pemandangan
kota
Yogjakarta dengan lampu-lampu yang menambah suasana indah di malam
hari. Di sekitar lokasi Goa Maria, juga banyak pemandangan indah,
banyak pohon-pohon rindang yang semakin menambah asri tempat Bunda
Maria bersemayam, menanti umat berdoa dengan perantaraanNya. Keheningan
dan suara gemercik air menjadi pendukung peziarah semakin dekat dengan
Allah Sang Pencipta.
Sejauh
mata memandang, kita akan menyaksikan rindangnya pohon dan hamparan
sawah yang menghijau. Sesekali kicau burung yang bernyanyi memanjatkan
syukur kepada Sang Pencipta juga terdengar. Di bawah goa, terdapat
sungai yang mengalir membelah dusun. Jauh dari kesan sungai di kota
pada umumnya, karena sungai ini begitu jernih walaupun telah melewati
luasnya hamparan ladang warga. Air ini tidak biasa digunakan untuk
minum, tetapi digunakan untuk kebutuhan pengairan sawah penduduk.
Walaupun terkadang dulunya bila sumber-sumber air sudah mengering,
sungai ini digunakan untuk mencukupi semua kebutuhan warga. Sekarang,
sudah ada kamar mandi sebagai fasilitas penduduk maupun peziarah yang
memanfaatkan air dari dalam goa yang jernih. Air ini biasa untuk minum
ataupun memenuhi semua kebutuhan hidup. Jadi sungai kecil di bawah goa
yang dulunya dipergunakan untuk mandi, Sekarang dikhususkan untuk
mengairi sawah.
Di belakang Patung Bunda Maria, terdapat lorong goa yang sangat panjang, dalam dan indah dengan stalagtit dan stalagmit yang mempesona, di dalamnya juga terdapat sumber air
yang mengalir tiada henti, jernih dan sejuk, yang selama ini menjadi
sumber penghidupan masyarakat sekitar goa Maria. Kelak air ini akan
ditampung dan dijadikan tempat “menimba air kehidupan” dan untuk
kebutuhan sehari-hari. Sungguh ajaib, Bunda Maria juga memberikan
berkatNya. Di depan Bunda Maria, terdapat goa yang cukup lebar,
memanjang sampai pada kedalaman yang tak terhingga. Namun sayang, 300
meter setelah pintu goa, sudah menyempit, meski di dalam sana
terdapat tempat yang luas dan pemandangan yang sangat indah. Perlu
alat modern untuk membuka beberapa batu alam yang menutupi
lorong-lorong ke dalam.
Fasilitas untuk peziarah secara umum sudah tersedia meskipun dalam nuansa kesederhanaan. MCK Kamar mandi,
WC/toilet, sudah tersedia dengan air yang melimpah. Air jernih dari
bawah Bunda Maria dialirkan menuju sebuah bak penyaring yang nantinya
menjadi air yang bisa dipakai peziarah untuk dibawa pulang atau untuk
diminum langsung. Air ini juga dialirkan ke kamar mandi di bawahnya,
sehingga air di kamar mandi/WC sangat jernih dan layak untuk para
peziarah. Jalan menuju
Goa Maria Lawangsih juga sudah layak untuk menjadi jalan bagi kendaraan
peziarah. Pada bulan Nopember 2010, jalan yang melingkar di sekitar
Goa Maria Lawangsih sudah diaspal oleh warga di Purwosari.
Perjalanan menuju Goa Maria Lawangsih
dapat di tempuh dengan mengendarai sepeda motor, minibus, atau mobil
pribadi. Sampai sekarang, bus besar masih sulit untuk menjangkau Goa
Maria Lawangsih, karena adanya beberapa tikungan kecil. Apabila
menggunakan bus besar/pariwisata, peziarah dapat transit di Gereja
Katolik Santa Perawan Maria Tak Bernoda, Karang, Nanggulan, Kulon
Progo, Yogyakarta. Apabila menggunakan bus umum, peziarahan dapat naik bus umum baik dari kota
Jogja, Wates, Muntilan dengan mengambil jurusan Nanggulan. Turun di
perempatan Kenteng, naik ojek 25 menit sudah sampai lokasi (pintu
gerbang peziarahan Goa Maria Lawangsih). Apabila peziarah datang
menggunakan mobil, dari arah manapun, menuju Nanggulan. Di perempatan
Kenteng ke arah Barat 13 km, dengan jalan hotmix (8 km) dan dilanjutkan
jalan desa (aspal) 4 km. Minibus dan mobil pribadi bisa mencapai Goa
Maria Lawangsih 15-30 menit, dan bisa diparkir di sekitar Goa. Peziarah
cukup berjalan 50-100 meter dari tempat parkir, dari pintu masuk ke
tempat ziarah, peziarah cukup berjalan 25 trap tangga dari semen.
(Catatan: peziarah sudah bisa mencapai Goa Maria Lawangsih dengan
mengikuti rambu penunjuk jalan dari traffick light di Kenteng sampai
dengan lokasi Goa Maria Lawangsih).
Tulisan
ini dibuat dan dirumuskan oleh Panitia Pembangunan dan Pengelola Goa
Maria Lawangsih dari tulisan Rm. Ignatius Slamet Riyanto, Pr
Info lebih lanjut dapat dibuka di: guamarialawangsihnanggulan.blogspot.com, atau facebook:guamarialawangsih.nanggulan@gmail.com).
NB. Contact Person: Rm. Ignatius Slamet Riyanto, Pr. Pastoran SPM Tak Bernoda Nanggulan
Karang, Jatisarono, Nanggulan, Kulon Progo, YOGYAKARTA, 55671, Telpon 0857 4371 7676
Sumber : Gua Maria Lawangsih
Foto : dok pribadi
0 komentar:
Posting Komentar